Bahasa Indonesia

Pekerja Indonesia mogok melawan undang-undang baru yang pro-bisnis

Artikel ini awalnya muncul dalam bahasa Inggris pada tanggal 8 Oktober 2020

Para pekerja dan kaum muda sedang berdemonstrasi pada hari minggu ini di seluruh Indonesia terhadap RUU yang disahkan oleh parlemen pada 5 Oktober yang memperdalam serangan pemerintah terhadap kondisi kerja dan lingkungan hidup. Pemerintah dan Presiden Joko Widodo menggambarkan apa yang disebut UU Omnibus Cipta Kerja sebagai langkah penciptaan lapangan kerja. Ini mencakup sekitar 1.200 amandemen 79 undang-undang saat ini.

Dengan pemungutan suara terakhir pada RUU yang semula dijadwalkan untuk berlangsung pada hari Kamis, serikat buruh dan LSM termasuk Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), dan Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak) mengorganisir tiga hari pemogokan massal dan demonstrasi, yang dimulai pada hari Selasa supaya para pekerja dapat mengeluarkan kekesalannya dan mencegah peledakan dari ketidakpuasan sosial. Para pekerja ini sudah marah karena harus menanggung beban krisis ekonomi yang disebabkan oleh pandemi COVID-19.

Polisi mendorong mundur pengunjuk rasa selama demonstrasi di Jakarta, Indonesia, pada hari Kamis, 8 Oktober 2020. Ribuan siswa dan pekerja yang marah itu menggelar aksi unjuk rasa di seluruh Indonesia pada hari Kamis menentang undang-undang baru yang mereka katakan akan melumpuhkan hak-hak buruh dan merusak lingkungan. (Foto AP / Tatan Syuflana)

Ketika RUU itu disahkan melalui parlemen pada hari Senin, ribuan pekerja menanggapinya dengan berdemonstrasi. Para pengunjuk rasa itu berusaha untuk berdemonstrasi di depan gedung parlemen DPR di Jakarta, tetapi pihak berwenang mencegah mereka, menggunakan pandemi COVID-19 sebagai dalih untuk pelarangan tersebut. Polisi dan personel militer memblokir jalan untuk menghentikan para pekerja dan pengunjuk rasa lainnya untuk mencapai ibukota. Polisi terus memblokir akses ke kota keesokan harinya.

Polisi mendorong mundur pengunjuk rasa selama demonstrasi di Jakarta, Indonesia, pada hari Kamis, 8 Oktober 2020. Ribuan siswa dan pekerja yang marah itu menggelar aksi unjuk rasa di seluruh Indonesia pada hari Kamis menentang undang-undang baru yang mereka katakan akan melumpuhkan hak-hak buruh dan merusak lingkungan. (Foto AP / Tatan Syuflana)

KSPI mengklaim bahwa setidaknya ada 32 organisasi yang mewakili sekitar dua juta pekerja di industri seperti tekstil, otomotif, dan farmasi ikut serta dalam pemogokan tersebut. Namun, dengan dalih menghindari infeksi dari COVID-19, para demonstran itu telah diisolasikan dari satu sama lain dengan menahan mereka di lokasi kerja masing-masing daripada menghadiri demonstrasi-demonstrasi besar.

Selain itu, pemerintah menindak protes tersebut dengan memata-matai para pekerja dan siswa online, di mana banyak koordinasi untuk pemogokan dan demonstrasi telah terjadi. Polisi telah meluncurkan “patroli dunia maya” untuk menyebarkan kebohongan, termasuk tentang pemogokan yang dibatalkan atau dengan mencoba melukiskan undang-undang baru ini dengan secara positif.

Tak ada satu pun dari usaha-usaha ini berhasil menghentikan ribuan orang untuk mengambil bagian dalam pemogokan dan protes di kota-kota seperti Tangerang, di sebelah barat Jakarta dan di Serang dan Bandung. Di dua kota terakhir, polisi menggunakan meriam air dan gas air mata pada hari Selasa untuk menyerang dan membubarkan pengunjuk rasa damai itu. Polisi telah dilaporkan menangkap sedikitnya 20 orang yang dituduh membalas provokasi polisi dengan melempar batu dan petasan.

“Undang-undang ini pasti akan mempengaruhi status ketenagakerjaan kami,” kata Anwar Sanusi, anggota Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia. Undang-undang baru ini menghapuskan durasi maksimum tiga tahun untuk pekerja kontrak, yang berarti pekerja yang sangat tereksploitasi ini dapat tetap berada di posisi yang berbahaya tanpa ada batas waktu menurut kehendak majikan. Hal ini juga menghilangkan keharusan bagi pemerintah untuk mempertimbangkan inflasi saat menetapkan upah minimum, yang berarti pekerja menghadapi pemotongan pendapatan bersih mereka.

Tindakan lainnya termasuk membatalkan cuti wajib dari tempat kerja yang termasuk untuk melahirkan, menikah, dan berkabung. Lembur juga akan ditingkatkan menjadi empat jam sehari dan pesangon wajib majikan akan dikurangi dari 32 kali gaji bulanan pekerja menjadi hanya 19 kali lipat.

Said Iqbal, Presiden KSPI, menyatakan bahwa, “UU Omnibus Cipta Kerja merupakan serangan terhadap kesejahteraan buruh di Indonesia… kami akan terus melanjutkan perjuangan ini.” Namun, setelah pemogokan minggu ini, Said telah menyatakan bahwa perjuangan di masa depan akan berada di pengadilan. Dengan kata lain, para pekerja diperintahkan untuk mempercayakan masa depan mereka ketangan negara kapitalis yang sama yang pada permulaannya telah melakukan serangan ini.

RUU itu juga akan memangkas tarif pajak perusahaan dari 22 menjadi 20 persen pada 2022 serta menghapus pajak penghasilan atas dividen domestik. Regulasi lainnya juga dilonggarkan, termasuk partisipasi perusahaan asing di beberapa sektor. Pemerintah juga akan membentuk badan untuk mengawasi distribusi lahan.

Mengenai lingkungan, hanya bisnis yang terlibat dalam investasi berisiko tinggi saja yang akan diminta untuk melakukan penilaian dampak lingkungan sebelum beroperasi atau untuk mendapatkan izin. Pemerintah pusat akan mengambil alih sebagian kewenangan dari pemerintah daerah untuk memberikan izin.

Pemerintah mengklaim RUU tersebut akan menarik investasi asing, yang akan menciptakan lapangan kerja dan mengatasi krisis ekonomi yang dihadapi kelas pekerja. Pada bulan September, pemerintah mengumumkan bahwa 3,72 juta orang kehilangan pekerjaan sebagai akibat dari pandemi saat ini. Indonesia juga telah memasuki resesi, dengan pertumbuhan ekonomi pada kuartal kedua turun 5,3 persen setiap tahunnya, penurunan terbesar sejak Krisis Keuangan Asia pada tahun 1997-1998.

Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian akhir pekan lalu mengindikasikan bahwa para pekerja akan terus dipaksa untuk membayar tagihan dari krisis ini: “Biaya investasi di Indonesia cukup mahal dan kurang kompetitif dibandingkan negara-negara tetangga… Salah satu alasannya adalah standar yang tinggi dari upah minimum di Indonesia dibandingkan dengan negara lain dan tingginya biaya pesangon jika ada pemutusan hubungan kerja.”

Selain dampak ekonomi, dampak sosial dari pandemi juga sangat merusak. Indonesia memiliki infeksi COVID-19 terbanyak kedua di Asia Timur, di belakang Filipina. Pemerintah telah lambat dalam menerapkan tindakan apa pun pada awal wabah ini. Ada lebih dari 315.000 infeksi yang dikonfirmasi, meskipun total yang sebenarnya mungkin jauh lebih tinggi karena pengujiannya tertinggal jauh di belakang sebagian besar dunia. Lebih dari 11.500 orang telah meninggal, yang jumlahnya sudah pasti juga diremehkan.

Dengan situasi yang bergejolak, ada beberapa penolakan terhadap undang-undang ini dari bisnis besar. Sekelompok investor termasuk Robeco, Aviva Investors, dan Sumitomo Mitsui Trust Asset Management mengirim surat kepada pemerintah Indonesia mempertanyakan akan undang-undang ini. Ia menyatakan: “Meskipun perubahan peraturan yang diusulkan bertujuan untuk meningkatkan investasi asing, perubahan tersebut berisiko melanggar standar praktik terbaik internasional yang dimaksudkan untuk mencegah konsekuensi berbahaya yang tidak diinginkan dari aktivitas bisnis yang dapat menghalangi investor dari pasar Indonesia.”

Kekhawatiran mereka yang sebenarnya terangkum dalam sebuah artikel tanggal 6 Oktober di majalah The Diplomat, yang mengeluhkan bahwa Jakarta sedang mencari pergolakan politik: “Mengurangi perlindungan pekerja hanya akan meningkatkan kewaspadaan dari sebagian besar masyarakat Indonesia, dengan kemungkinan konsekuensi politik yang tidak diinginkan.”

Loading