Bahasa Indonesia

Kondisi kelas pekerja Amerika yang semakin memburuk

Presiden Amerika Serikat Bill Clinton, dalam pidato di depan Detroit Economic Club pada awal bulan Januari 1999, menyambut baik berita mengenai penurunan pengangguran, dengan menyatakan bahwa keadaan ekonomi saat ini seperti "gelombang pasang naik yang sedang mengangkat semua kapal". Pernyataan ini merupakan sebuah referensi keklaim yang dibuat oleh Kennedy pada awal tahun 1960an, pada puncak ledakan ekonomi setelah Perang Dunia Kedua, ketika pertumbuhan ekonomi dan meningkatnya keuntungan bisnis tampaknya, berjalan beriringan dengan majunya tingkat kehidupan untuk kelas pekerja dan keluarga-keluarga kelas menengah.

Dekade 1980an yang berkulminasi pada resesi di awal dekade ini, melihat suatu proses ekonomi berbeda mengungkapkan diri: keuntungan perusahaan yang bertambah, didampingi dengan jatuhnya upah nyata dan meningkatnya ketidaksamaan sosial. Tetapi, pada akhir resesi itu di tahun 1992, para pembela sistem profit mengatakan bahwa dengan penurunan mantap tingkat pengangguran dan dengan pengembangan "ekonomi baru", yang berdasarkan atas teknologi informasion dan komputerisasi, tingkat kehidupan akan mulai naik kembali.

Sebuah laporan baru yang diterbitkan pada bulan ini mengungkapkan kebohongan dari skenario ini. Kondisi dari kelas pekerja Amerika selama 1998-99 (The State of Working America 1998-99), yang terakhir dari publikasi Institut Kebijaksanaan Ekonomi dalam seri dua tahunannya, menunjukkan bahwa tidak hanya kecenderungan-kecenderungan yang berkembang di tahun 1980an telah terus berlanjut, tetapi kejahatan sosial baru telah juga berkembang.

Studi ini menemukan bahwa di samping peningkatan 2,6 persen upah nyata semenjak 1996, upah rata-rata adalah tetap di bawah tingkatnya pada tahun 1989, dan keluarga-keluarga pada umumnya harus bekerja lebih banyak hanya untuk mempertahankan tingkat kehidupannya.

Menurut pernyataan pers dari Institut Kebijaksanaan Ekonomi: "Dengan menempatkan pendapatan ekonomi yang terakhir dalam hubungan sejarahnya, studi ini menemukan bahwa standar hidup dari sebagian besar keluarga pekerja tetap belum pulih dari kondisi pada saat resesi di awal tahun 1990an, demikian halnya dengan upah mereka yang tidak mengikuti pertumbuhan produktivitas. Pertumbuhan pendapatan yang telah ditimbulkan di kalangan keluarga dengan pendapatan menengah, ternyata didorong kuat oleh bertambahnya jam kerja--bertambah 6 minggu setiap tahun sejak tahun 1989--untuk menutupi memburuknya upah dalam jangka panjang. Kenyataan ekonomi yang dihadapi keluarga-keluarga Amerika pada umumnya dalam tahun 1990an, menyangkut bertambahnya waktu kerja, menurunnya atau tidak berubahnya penghasilan, dan pekerjaan-pekerjaan yang tidak terjamin dan menawarkan keuntungan yang lebih kecil.

"Kelompok-kelompok pekerja baru telah mengalami penurunan-penurunan upah pada tahun 1990an, termasuk sarjana-sarjana baru dan banyak, pekerja-pekerja teknologi informasi, dan karyawan-karyawan kantor (pekerja berkerah putih) lainnya. Pekerja wanita pada posisi menengah dan menengah atas dalam distribusi upah, yang upah nyatanya naik secara menyolok pada tahun 1980an, telah mengalami perlambatan kenaikan upah secara tajam pada tahun 1990an."

Kesimpulan-kesimpulan ini tercermin dalam sejumlah statistik. Penghasilan para pekerja yang telah disesuaikan dengan inflasi pada tahun 1997 adalah 3,1 persen lebih rendah dari tahun 1989. Dalam kurun waktu 1989-97, upah nyata turun lebih cepat untuk para pekerja (minus 0,4 persen per tahun) dibanding dalam kurun waktu 1979-89 (minus 0,2 persen per tahun). Upah dari pekerja pria pada tahun 1997 adalah 6,7 persen lebih rendah dari 1989, sementara upah pekerja wanita tumbuh hanya 0,8 persen pada 1990an dibanding pertumbuhannya sebesar 5,7 persen pada dekade sebelumnya.

Salah satu dari temuan yang sangat penting adalah mengenai upah pekerjaan tingkat permulaan. Antara tahun 1989 dan 1997, upah nyata per-jam untuk pekerjaan di posisi ini, turun 7,4 persen untuk pekerja pria dan 6,1 persen untuk wanita. Berlawanan dengan pandangan bahwa penurunan upah adalah hasil dari kurangnya kualifikasi, sarjana pria dengan 1 sampai 5 tahun pengalaman kerja upahnya turun 6,5 persen dan 7,4 persen untuk sarjana wanita.

Dalam kurun waktu yang sama, gap antara upah dari pekerja rata-rata dan para pimpinan eksekutif (CEO), terus membesar. Pada tahun 1965, CEO pada umumnya mendapat penghasilan 20 kali lipat dari pekerja produksi pada umumnya, pada tahun 1989 perbandingan itu telah naik menjadi 56 kali lipat, lalu semakin menanjak pada tahun 1997 menjadi 116 kali lipat.

Salah satu faktor dari pertumbuhan upah yang lambat adalah pertambahan dari keuntungan perusahaan pada tahun 1990an. Bila pertumbuhan keuntungan berjalan pada tingkat normal secara historis selama tahun 1990an, maka kompensasi per-jam (upah ditambah keuntungan) pada tahun 1997, dapat menjadi sekitar 7 persen lebih tinggi dari yang sebenarnya terjadi.

Studi ini menemukan bahwa penghasilan total keluarga dipengaruhi oleh pertumbuhan yang lebih lambat dan lebih besarnya ketidaksamaan, dengan pendapatan keluarga pada tahun 1996 lebih rendah 1.000 dollar Amerika (lebih rendah 2,3 persen) daripada di tahun 1989, puncak terakhir dari siklus bisnis sebelum resesi di awal 1990an. Tanpa pernah terjadi dalam sebuah siklus bisnis sebelumnya, studi itu mencatatkan, fase pemulihan berlangsung sedemikian lama tanpa penghasilan keluarga pada umumnya melebihi apa yang telah dicapai pada puncak sebelumnya.

"Keluarga-keluarga muda khususnya," studi itu melaporkan, "telah terpukul kuat oleh lambatnya pertumbuhan penghasilan keluarga dan melebarnya ketidaksamaan." Suatu studi antar generasi menunjukkan bahwa sejumlah keluarga muda belakangan ini mulai dengan pendapatan yang lebih rendah dan mendapat pertumbuhan penghasilan yang lebih rendah ketika mereka telah mencapai usia setengah baya.

Walaupun dengan adanya ledakan bursa saham, keluarga kelas menengah pada umumnya telah berkurang kesejahteraannya mendekati 3 persen pada tahun 1997 dibanding pada tahun1989, dengan 10 persen yang terkaya memanen hampir 86 persen dari pertumbuhan nilai bursa saham semenjak 1989. Kekayaan total lebih terkonsentrasi pada kalangan atas daripada penghasilan, dengan ketidaksamaan yang makin memburuk di tahun 1990an. Menurut proyeksi yang dilakukan oleh studi itu, bagian kekayaan dari kalangan 1 persen paling atas dari populasi bertambah dari 37,4 persen di tahun 1989 menjadi 39,1 persen di tahun 1997. Dalam waktu yang sama, bagian kekayaan yang dimiliki oleh kalangan menengah yang sekitar seperlima dari populasi turun dari 4,8 persen menjadi 4,4 persen. Pada kenyataannya, setelah dilakukan penyesuaian untuk inflasi, strata menengah Amerika ini melihat kekayaannya turun 3 persen, secara utama disebabkan oleh bertambahnya kondisi berhutang.

Pada bagian bawah dari skala, proporsi kalangan masyarakat dengan tingkat kesejahteraan nol atau minus (keluarga-keluarga yang memiliki hutang lebih dari yang mereka miliki) bertambah dari 15,5 persen menjadi 18,5 persen. Angka kemiskinan juga meningkat pada kurun waktu 1990an. Angka kemiskinan 13,7 persen pada 1996 naik dari 12,8 persen di tahun 1989. Lebih dari satu dari lima anak-anak (20,5 persen) hidup dalam kemiskinan di tahun 1996, naik dari 19,6 persen di tahun 1989 dan 16,4 persen di tahun 1979. Angka kemiskinan anak kulit hitam dan etnis hispanik adalah 39,9 persen dan 40,3 persen secara berturut-turut.

Pada bagian lapangan pekerjaan, studi menemukan bahwa sementara angka pengangguran telah turun menjadi sekitar 4,5 persen, perubahan struktural dalam ekonomi telah meningkatkan ketidakamanan kerja dan menurunkan proporsi dari pekerjaan berjangka panjang. Proporsi pekerja yang bekerja dalam pekerjaan yang berjangka panjang (sekitar sedikitnya selama 10 tahun) menurun dari 41 persen di tahun 1979 menjadi 35,4 persen di tahun 1996. Sebagian besar dari penurunan dimulai semenjak akhir tahun 1980an. Pekerja-pekerja yang di-PHK mengalami kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan, sepertiga dari yang yang diwawancarai masih tidak memiliki pekerjaan untuk 1 sampai 3 tahun setelah PHK. Mereka yang mendapatkan pekerjaan, menerima upah rata-rata 13 persen lebih rendah dari pekerjaan sebelumnya, sementara sekitar seperempat dari mereka tidak lagi menerima asuransi kesehatan yang diberikan oleh perusahaan. Pekerjaan makin lama makin menjadi tak menentu--hampir 30 persen dari bekerja dalam pekerjaan yang tak dapat digambarkan sebagai pekerjaan yang tetap. Proces ini dicerminkan dalam statistik yang lain yaitu: proporsi para pekerja yang bekerja melalui badan-badan bantuan sementara, meningkat dari 1,3 persen di tahun 1989 menjadi 2,4 persen di tahun 1997.

Dalam beberapa cara, statistik yang paling dapat mengungkapkan, adalah statistik yang membuktikan kekeliruan klaim bahwa "ekonomi baru" sedang diciptakan untuk menyediakan akses pekerjaan dengan bayaran lebih tinggi untuk mereka yang sarjana dan memiliki kemampuan teknologi informasi. Studi menemukan kecenderungan upah karyawan kantor dan pekerja yang berpendidikan sarjana tidak baik pada tahun 1990an.

"Hal ini secara khusus adalah nyata," studi itu mencatatkan, "untuk para pekerja pria dalam kurun waktu tahun 1989-97: upah untuk hampir tiap kelompok pekerjaan dari karyawan kantor tidak berubah atau menurun; jaminan asuransi kesehatan tidak meluas; upah untuk pekerja berpendidikan sarjana naik hanya 1,2 persen; dan besarnya upah premi perguruan tinggi atau sekolah menengah bertahan tetap semasa kurun waktu pemulihan antara tahun 1992 dan 1997. Luar biasanya, upah pekerjaan tingkat permulaan yang didapat oleh sarjana-sarjana baru, pria maupun wanita pada tahun 1997, adalah 7 persen lebih rendah dari tahun 1989. Bahkan mereka yang disebut sebagai pekerja teknologi informasi belumlah mendapatkan kemajuan yang memuaskan. Sebagai contoh: rekayasawan dan ilmuwan yang baru dipekerjakan mendapatkan pertumbuhan sebesar sebesar 11 persen dan 8 persen lebih rendah di tahun 1997 dibanding sesama kalangannya pada tahun 1989, meskipun dengan pertumbuhan upah yang baik dalam kurun waktu 1996-97.

Para penyusun laporan studi ini menunjukkan pada bagian pengantar dari laporan mereka: "Kecenderungan-kecenderungan ini tidak sesuai dengan cerita bahwa teknologi informasi melakukan transformasi penempatan pekerjaan, memberikan peluang bagi mereka yang diperlengkapi untuk berpartisipasi dan menikmati desejahteraan sementara mereka yang kurang memiliki ketrampilan tertinggal di belakang. Sebaliknya, tampaknya pengalaman karyawan kantor pada tahun 1990an--penurunan upah, perubahan tempat, ketidaktetapan kerja--mencerminkan pengalaman yang tidak menyenangkan dari pekerja berkerah biru (pekerja kasar) di tahun 1980an.

"Fenomena ini dapat digambarkan sebagai 'pengkerahbiruan' ('blue collarization') atas kehidupan kerja dari karyawan kantor pada 1990an. Bagaimanakah ekonomi era informasi yang baru ini dapat diharapkan untuk mengangkat seluruh upah kami, jika ekonomi tersebut tidak dapat melakukannya untuk karyawan kantor, sarjana baru yang bekerja dalam pekerjaan-pekerjaan teknik, yang dapat dianggap sebagai kalangan yang berpendidikan terbaik, paling mengerti komputer, dan segmen paling fleksibel dari tenaga kerja kita?"